Sabtu, 20 November 2010

KUCINGKU

Oleh : Astri FW

Hai!!!! Namaku Annisa Thania Putri. Kalian cukup panggil Annisa.

Nahh...ceritaku di mulai dari pagi ini. Hari ini hari Sabtu, semua libur kecuali ayah. Aku bangun lalu aku memakai baju hijauku. Lalu aku wudhu dan shalat shubuh. Lima menit berlalu, aku segera melipat mukena dan sejadahku.

Setelah gosok gigi aku turun ke bawah untuk sarapan. Di meja makan, aku melihat ada sandwich, roti bakar, susu, dan teh hangat. Ayah dan bundaku telah duduk di meja makan. Beberapa menit kemudian datanglah Kak Putri dan kak Rizky. ”Annisa kamu mau makan apa?” tanya bunda lembut. ”Hmmm, roti bakar dan susu saja deh, Bun,” jawabku. Bundapun memberikan aku roti bakar dan susu. Akupun membaca doa lalu segera makan. Beberapa menit berlalu, aku telah selesai makan. Ayah berangkat ke kantor, sedangkan bunda membaca koran. Kak Putri dan kak Rizky pastinya main laptop di kamar mereka masing-masing. ”Duhhh aku ngapain ya?” tanyaku dalam hati.

Dari pada berpikir panjang akupun segera ke kamarku, di sana aku membuka-buka majalahku. Lalu aku melihat gambar kucing persia yang lucu, aku berpikir bagaimana kalau aku membeli kucing persia itu? Cling...ideku muncul juga. Lalu aku menghampiri bunda yang sedang asyik membaca majalah. ”Bun aku boleh tidak membeli kucing ini?” tanyaku. Bunda diam sejenak lalu menjawab “Boleh saja asalkan kamu mau merawatnya!” kata Bunda. “Aku janji deh, Bun. Nanti siang kita beli di toko binatang. Itu lho yang nama tokonya Lovely Pet”.

Aku sangat senang, tapi aku masih bingung sekarang aku mau ngapain. Mmm bagaimana kalau aku ke rumah Shania? Shania adalah sahabatku, nama lengkapnya Shania Ayu Marrissa. Aku mau mengajak dia pergi ke taman, taman yang kumaksud adalah Taman Auberigine. Tamannya indah banget, makanya aku dan Shania sering ketemuan di Taman Auberigine. Tanpa berpikir panjang aku langsung berganti baju panjang pink, celana panjang hitam, dan kerudung pink. Aku langsung meminta izin kepada bunda,”Bun, aku boleh main ke Taman Auberigine bersama Shania?” tanyaku. ”Boleh saja. Jangan pulang terlalu siang ya,kan kita mau ke Lovely Pets!” kata bunda “Sippp deh” kataku senang. Aku langsung mencium tangan bunda dan segera mengambil sepedaku. Lalu aku segera pergi ke rumah Shania yang hanya berbeda satu RT. Aku hanya mengayuh sepedaku selama 20 menit, setelah itu sampai deh. ”Assalamualaikum,Shania.....” sapaku. Lalu ada seorang anak berambut pirang membuka pintu gerbang. Itulah Shania, lalu dia bertanya kepadaku “ada apa Nis? Mau main ke taman Auberigine?”. Aku menjawab Iiya,kamu ikut tidak?” satu detik.....dua detik....bahkan sampai sepuluh detik Shania belum menjawab. ”Aku tanya ibuku dulu ya!” jawab Shania. Aku menunggu lima menit, akhirnya Shania keluarLalu dia menjawab “Ok deh, yuk main. Aku ambil sepedaku dulu ya!!!!” kata Shania “Ok, aku tunggu ya!!!”. Akhirnya Shania keluar dan mengayuh sepedanya bersamaku. Dua kilometer sudah kami lewati, akhirnya kami sampai di Taman Auberigine. ”Mmm... Sha ,kamu bawa uang?” tanyaku kepada Shania. “Bawa, aku bawa dua puluh ribu!” kata Shania. Aku mencoba meraba kantongku, akhirnya aku menemukan dua lembar sepuluh ribu artinya aku membawa dua puluh ribu. ”Sha... aku bawa dua puluh ribu juga,jajan yuk!” ajakku bersemangat. “Ayuk,...eh ada tukang ice cream beli yuk!” ajak Shania. Lalu aku dan Shania menghampiri tukang ice cream. Aku membeli yang rasa vanila sedangkan Shania membeli yang rasa coklat. ”Berapa bang harganya?”tanyaku. “Dua ribu, Neng” jawab abang penjual ice cream. Setelah membayar aku dan Shania bermain sambil memakan ice cream.

Tiga jam berlalu, aku dan Shania kelelahan. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Setelah sampai rumah masing-masing,aku langsung menghampiri bunda. ”Bun,ayo kita ke Lovely Pets!” ajakku.

Ssetelah beberapa menit bunda telah selesai berganti baju. Aku dan bunda pergi mengendarai limosin ayah karena APV bunda sedang di bengkel. Setelah sampai aku langsung memilih kucing persia yang akan kupilih. Aku memilih persia betina berbulu putih, Aihh...lucunya kucing itu. Bundapun membayarnya. Harganya cukup mahal sih, untung aku membelinya yang kecil. Jadi harganya cukup murah.

Aku menamainya Piccy. Yap...nama itu resmi menjadi nama kucingku. Beberapa bulan kemudian Piccy sudah dewasa dan dikawinkan dengan kucing persia jantan yang dibelikan oleh ayah sebulan setelah itu. Nama kucing jantannya adalah Picco.

Dan setelah Piccy dan Picco mempunyai anak. Anak-anaknya ku beri nama Puccy, Picca, dan Piccu.

Kini, keluargaku bertambah lima ekor kucing yang lucu-lucu. Setiap hari kami bermain bersama. Bila libur tiba, kami berkumpul bersama di ruang tamu untuk bermain dengan kucing-kucing itu. Aku sangat bahagia.

Suatu pagi, tak kulihat Si Piccy . kupanggil-panggil namanya tapi dia tak muncul. “Piccy...Piccy...pusss...pusss...dimana kamu?” seruku. Aku mulai bingung. Seelah berkeliling rumah, akhirnya kutemukan si Piccy dan Picco di taman. Tubuh mereka berlumuran darah. Diantara mereka terdapat seekor ular Sanca panjang 3 meter yang juga sudah terbujur kaku. Rupanya tadi malam Piccy dan Picco berkelahi dengan ular tersebut yang mencoba masuk ke rumah kami. “Piccy...!!!! Picco....!!!!” ratapku.

Si Piccy dan si Picco dikubur di halaman rumah kami. Kami semua meneteskan air mata saat menguburnya. Kami bergantian memeluk Puccy, Picca, dan Piccu. Saat memeluk mereka akupun berjanji akan menjaga mereka dengan sebaik mungkin.

“Selamat jalan Piccy dan Picco. Terima kasih atas kebahagiaan yang kalian hadirkan. Aku berjanji akan menjaga anak-anak kalian dengan baik...”


Senin, 08 Maret 2010

PUTRI CHIKA

Oleh: Astri Fitri Wulandari (kelas 3 SDIT Darussalam Bekasi)


Putri Chika adalah seorang putri raja. Dia pintar, baik dan rendah hati. Tak heran, semua orang mengenal keelokannya.

Pada suatu hari sang Raja mengundang seluruh rakyat dan raja serta pangeran dari seluruh kerajaan tetangga untuk hadir dalam acara ulang tahun Putri Chika. Seluruh yang hadir bersuka ria merayakannya. Istana sangat penuh dengan tamu yang bergembira.

Putri Chika pun merasa sangat senang. Dia menyalami semua yang hadir dengan ramah. Semua yang hadir sangat kagum dengan kecantikan dan keramahannya. Selesai menyalami semua tamu, sang Putri masuk ke kamar untuk merapikan bedak di wajahnya.

Saat sedang berbedak, tiba-tiba sang Putri dikejutkan dengan masuknya seorang tamu. Dialah Raja Snap. Raja Snap terkenal dengan kekejaman dan kerakusannya. Raja Snap langsung mengangkat tubuh sang Putri dan hendak membawanya kabur dari jendela.
"Ha...ha...ha...sekarang kamu menjadi milikku," kata Raja Snap sambil berlari menuju jendela.
"Tolong...tolong...!!! Lepaskan aku...lepaskan aku...Ayahanda, tolong aku...!!!" Seru Putri Chika.
Untunglah datang seorang pangeran yang menghadang Raja Snap.
"Hentikan!!! Lepaskan sang Putri," Seru Sang Pangeran.
"Siapa kamu anak muda, jangan ikut campur," kata Raja Snap sambil mengayunkan pedangnya.
Melalui pertarungan yang seru, akhirnya sang Pangeran berhasil mengalahkan Raja Snap.

Raja Snap ditangkap oleh pengawal istana. Sang Putri pun berterima kasih kepada sang Pangeran, " Terima kasih, Pangeran. Bolehkah aku mengenalmu? Aku belum pernah bertemu denganmu."
"Tentu saja. Namaku Pangeran Astrada. Aku putra Raja Zandria dari Kerajaan Calaso. Maafkan aku terlambat datang tadi," jawab sang Pangeran sambil berbungkuk.
"Maukah kamu menjadi temanku?" Tanya Sang Putri sambil tersipu.
"Dengan senang hati, Putri."
Sang Putri pun sangat senang.

Sejak saat itu, Putri Chika dan Pangeran Astrada menjadi sahabat dekat. Sang Pangeran selalu menemani Sang Putri kemanapun berada.

Jumat, 19 Februari 2010

MURID BARU

Oleh: Astri Fitri Wulandari (kelas 3 SDIT Darussalam - Bekasi)


Hari ini hari pertama murid-murid sekolah Marsya Islam Center masuk sekolah setelah libur panjang kenaikan kelas. Murid-murid tampak bersemangat masuk sekolah. Sekolah Marsya Islam Center adalah sekolah yang bagus. Sekolahnya besar dan bersih. Guru-gurunya pun sangat bermutu. Selain itu, bayar sekolahnya tidak mahal. Sekolah yang terdiri dari TK sampai SMA tersebut terletak di jalan Kalimalang di kota Bandung.

Pagi itu Pak Kepala Sekolah yaitu Pak Ranto masuk ke ruang kelas 5C. Pak Ranto mengantar dua anak baru.
"Anak-anak, ini teman baru kalian. Ayo, perkenalkan nama kalian," Pinta Pak Ranto.
"Assalamualaikum. Nama saya Alisya Rika Anindita, biasa dipanggil Ani. Umur saya 11 tahun. Saya tinggal di jalan Batu Sumur gang 8 nomor 30. Terima kasih. Wassalamualaikum."
"Assalamualaikum. Nama saya Anita Garna Maia, biasa dipanggil Maia. Saya berumur 12 tahun. Saya tinggal di jalan Mekar Indah gang 11 nomor 350. Dekat dengan rumah Ani. Terima kasih. Wassalamualaikum."
"Nah, anak-anak. Sekarang kalian sudah mengenal Ani dan Maia. Jadilah teman yang baik. Maia, Ani, silakan duduk di kursi yang masih kosong."
"Baik, Pak," jawab Ani dan Maia. Lalu keduanya duduk di kursi yang masih kosong di belakang. Pak Ranto pun pamit dan mempersilakan Bu Teti untuk memulai pelajaran.

Teng...teng...teng...tanda istirahat berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar kelas.
"Hai Ani dan Maia. Namaku Shasha. Ayo kita main bareng." "Hai, Shaha. Ayo," Kata Ani dan Maia. Mereka lalu bermain bersama di halaman sekolah.

Tiba-tiba datang seorang anak. "Boleh aku main bareng?" Pinta anak tersebut. "Ka..kamu anak baru juga, ya?" Tanya Shasha. "Iya, namaku Raisya. Aku kelas 5A. Aku ingin main dengan kalian saja, karena anak-anak 5A tidak mau bermain denganku."
"Kenapa?" Tanya Shasha, Ani, dan Maia.
"Karena aku tinggal di perkampungan pemulung. Maukah kamu bermain denganku?" Pinta Raisya sekali lagi.
"Tentu saja," Kata Shasha. "Eh...bukan begitu jawabnya. Begini nih jawabnya: tentu saja boleh, yang penting ok!!!" Kata Maia.
"Ha...ha...ha.." Mereka tertawa bersama.

Selasa, 19 Mei 2009

TULISAN HATI




Jakarta, 10 Mei 2009

Buat : Aji

Assalamualaikum,


Apa kabar, Aji? Semoga sehat dan bahagia selalu.


Ji, kamu kok nggak pernah sms aku lagi? Sejak lebaran, kamu baru 1 kali sms aku waktu ucapin selamat Idul fitri. Sejak itu nggak pernah lagi.


Kamu sibuk ya, Ji. Aku dengar, sejak tinggal di Yogya kamu jual koran. Semoga jualan kamu sukses ya, Ji. Amin. Setiap malam aku selalu berdoa semoga kamu sukses dan dalam lindungan Allah swt. Amin.
Pasti enak ya, Ji, tinggal di Yogya. Apalagi sekarang kamu dekat sama ibu dan nenekmu. oh ya, Gimana kabar ibumu, Ji? Semoga sehat wal afiat selalu. Amin.

Teman kamu juga pasti banyak ya, Ji? Kamu pasti senang ketemu teman-temanmu saat masih kecil. Oh, ya. Gimana ujian kamu, Ji? Bisa khan kamu ujian nasional kemarin? Matematikanya susah banget ya, Ji. Tapi kamu pasti bisa, kamu khan anak pintar.


Ji, sejak kamu pulang lebaran kemarin, aku dan adik-adik tinggal di gubukmu. Enak lho, jadi nggak berdesakan lagi di gubug bapak. Aku dan adik-adik juga bisa belajar kalau malam. Adik-adikku jadi bagus nilainya. Makasih ya, Ji, boleh tinggal di gubugmu.


Tapi, sekarang aku mau pulang aja ke Subang. Aku sudah nggak tahan, Ji, tinggal di Jakarta. Kemarin perkampungan digusur lagi. Habis semua, Ji. Semua gubug yang ada dibakar. Nggak peduli masih ada barang apa nggak. Untung aku sudah beres-beresin barang-barang, jadi nggak sampai rusak. Tapi kasihan lihat tetangga yang kehilangan barang-barangnya. Yang paling sedih waktu lihat si Ana, anak Teh Ida, yang baru berumur 1 tahun kesenggol petugas dan jatuh. Semua pada marah waktu lihat si Ana jatuh. Untung ada Pak Ustad Mansyur yang menenangkan warga. Kalau nggak ada Pak Ustad, pasti sudah perang tuh, Ji.


Malamnya warga pada bingung, Ji, mau tidur dimana. Anak-anak, ibu-ibu, dan orang tua akhirnya pada tidur di rumah Pak Ustad Mansyur dan mushola. Sampai penuh rumah Pak Ustad. Bahkan sampai halaman rumah pun dipakai tidur. Pak Ustad sendiri mengungsi ke rumah tetangganya. Syukurlah, masih ada orang sebaik Pak Ustad di jaman sekarang ini. Bahkan dikasih makan segala, Ji.


Ji, kalau saja semua orang sebaik Pak Ustad Mansyur, kayaknya nggak ada orang kelaparan ya, Ji. Terus, kayaknya semua anak bisa sekolah tanpa harus memulung kaya kita ... ah, aku hanya mengkhayal, Ji. Semua khan sudah takdir ya, Ji. Seperti kata Pak Ustad, kita diuji dalam kemiskinan. Kalau orang-orang kaya itu diuji dengan kekayaannya.


Ji, besok aku dan adik-adik mau pulang aja ke Subang. Aku tinggal di rumah nenek. Aku sekolah pagi, siangnya aku dan adik-adik bantu kakek jaga kambing dan empang ikan. Hari Sabtu dan Minggu aku dan Udin jualan ke Terminal. Si Ucup dan Asep di rumah bantu kakek jaga kambing dan empang. Pokoknya kerja apa aja biar bisa terus sekolah. Apalagi si Udin khan pintar. Dia pengin sekolah di STM, biar bisa cepat cari duit katanya. Doain semoga semua lancar ya, Ji.

Ji, banyak yang ingin aku omongin tapi entah mengapa aku nggak bisa menuliskannya. Lagian takut Mbok Siti Keburu berangkat, nanti malah nggak bisa nitip suratnya. Pokoknya, aku pengin kamu bales surat ini. Jangan sms lagi soalnya hp nya aku mau jual buat pulang kampung. Balas ya, Ji. Janji ya, Ji? Alamatkan aja ke sekolah di Subang, soalnya khan yang jaga sekolah itu pamanku. Ini alamatnya :


SDN 1 Subang, Jalan Raya Sukajaya no. 1 Subang - 41281

Jangan lupa ya, Ji. Janji ya, Ji!!!

Salam buat ibu dan nenek kamu.


Wassalamualaikum,


Entin

Kamis, 13 November 2008

Cinta Ramadhan





Pagi itu Aji masih membaca buku pelajarannya. Karungnya masih dijemur di atap gubuk. Hari ini dia ingin bersekolah dulu di pagi hari. Siang nanti baru dia akan berkeliling mencari barang bekas.

Dilihatnya jam menunjukkkan pukul 6. Dia pun bergegas menuju ke kamar mandi. Ketika dilihatnya kamar mandi masih penuh oleh ibu-ibu yang mencuci pakaian, dia pun menuju ke mushola.

Segar terasa saat air keran menerpa mukanya. Apalagi saat ditundukkannya kepalanya sehingga air keran dapat membasahi seluruh bagian kepalanya. Diambilnya sabun dan diusapnya seluruh kepala, tangan dan kakinya dengan sabun tersebut. Setelah itu dibilasnya busa-busa sabun di tangan, kepala dan kakinya.

Cukup sudah acara membersihkan badan pagi ini. Segera Aji pulang dan berganti baju. Diambilnya tas sekolahnya dan dipakainya sepatu bututnya. Dirinya tersenyum sendiri saat melihat jempol kaki mencuat dari ujung sepatunya.

"Ji, kamu sekolah nggak hari ini? Besok Senin ulangan lho," kata Asep, temannya sesama pemulung dari depan gubuk.
"Sekolah. Ayo berangkat. Aku sudah siap," kata Aji sambil keluar dari gubuknya.

Keduanya segera berjalan ke bawah jembatan. Suasana sekolah di bawah jembatan sudah ramai. Hari itu banyak yang masuk sekolah karena minggu depan ulangan sebelum libur lebaran. Keramaian berhenti saat para guru dan Pak Ustad Mansyur datang. Para murid mencium tangan para guru dan bergegas duduk di kursi.

Pelajaran berlangsung hingga pukul 12. Para murid kembali mencium tangan para guru dan berhamburan ke gubuk masing-masing. Mereka harus segara kembali bekerja.

Aji segera mengganti baju sekolahnya setelah sampai ke rumah. Dia mengambil karungnya dan bersiap berkeliling. Ketika keluar dari gubuknya, dilihatnya si Budi temannya sesama pemulung sedang menghitung uang.

"Wah, banyak uang nih," kata Aji kepada Budi.
"Eh, Ji. Iya nih. Aku lagi hitung uang buat beli sepeda. Ada yang jual sepeda murah tuh, masih bagus lagi. Lumayan, Ji. Buat adikku di Pandeglang."
Sepeda!!! Pikiran Aji segera teringat kejadian di kantor polisi saat dirinya dinterogasi karena dituduh mencuri sepeda.

"Siapa yang jual sepeda, Bud?"
"Itu, si Jabrik yang tinggal di belakang pabrik tahu. Kemarin dia mengajak aku ke rumahnya untuk lihat sepedanya. Bagus sepedanya."
"Sepeda dari mana dia?"
"Katanya sih dari di pasar loak."
Aji terdiam. Dia tahu si Jabrik. Anak tersebut sudah terkenal gesit sehingga beberapa kali juara panjat pinang. Namun, beberapa kali juga dia berurusan dengan polisi karena suka mencuri.
"Jangan-jangan dia pencuri sepeda di Perumahan Maharaja. Pantas aku yang dikira mencuri, karena memang tingginya sama dengan aku," pikir Aji.

"Aku ikut dong, Bud. Aku ingin lihat sepedanya."
"Ayo..."

Budi dan Aji menuju ke rumah Jabrik. Terlihat si Jabrik sedang tiduran sambil menonton TV di gubuknya.
"Hei, Brik. Lagi santai nih? Mana sepedanya?" Sapa Budi.
"Iya. Masak kerja melulu. Tuh sepedanya," kata Jabrik sambil menunjuk sepeda yang bersandar di jendela dalam gubuknya.
Aji tercekat. Sepeda tersebut benar-benar masih baru. Tidak mungkin Jabrik membelinya di pasar loak.
"Nih uangnya. Dua ratus ribu, khan?" tanya Budi sambil menyerahkan gulungan uangnya.
Jabrik segera menghitung uang yang diserahkan Budi.
"Tambah dua puluh lima ribu lagi dong," pinta Jabrik.
"Wah, lu gimana sih, Brik. Kata lu kemarin dua ratus ribu."
"Ya, itu kemarin. Kalau mau yang silakan kalau ngak mau ya gue balikin duitnya nih. masih banyak yang mau," kata jabrik sambil menyerahkan kembali uang ke Budi.
"Yah, gue udah nggak punya uang, Brik," sesal Budi.

Karena tidak terjadi kata sepakat, akhirnya Budi pulang dengan tangan hampa. Dirinya kesal bukan kepalang.
"Sabar, Bud. Ini bulan puasa," hibur Aji.
"Iya sih. Tapi dasar Jabrik bikin gue kesel aja. Khan kasihan adik gue kalau tahu nggak jadi dibeliin sepeda," sungut Budi.
"Tapi, Bud, aku curiga deh sama sepeda tadi. Masak sepeda masih baru begitu beli di pasar loak," kata Aji.
"Maksud lu, dia mencuri gitu?" Tanya Budi.
"Ya, kita nggak boleh buruk sangka sih. Tapi aku kemarin diperiksa di kantor polisi karena dikira mencuri sepeda di komplek Maharaja. Untung datang Pak Ustad yang menjelaskan kalau aku masih mengaji jam 5 pagi hari itu."
"Hmmm...mungkin juga ya Bud. Gimana kalau kita temui Ustad Mansyur untuk memberi tahu hal ini."
"Ayo!"

Berdua mereka bergegas ke rumah Ustad Mansyur.
"Assalamualaikum," salam Aji dan Budi dari depan rumah Pak Ustad mansyur.
"Waalaikumsalam," balas Pak Ustad Mansyur dari dalam rumahnya." Wah, ada apa nih siang-siang pada kesini. Udah pada sholat Lohor belum?"
"Belum, Pak Ustad. Ada hal penting yang ingin kami beritahukan," kata Aji.
"Silakan-silakan masuk. Silakan duduk. Tapi janji ya, setelah ini kalian harus sholat Lohor dulu."
"Baik, Pak Ustad," kata Aji dan Budi berbarengan.
"Pak ustad ingat kejadian minggu lalu saat saya dibawa ke kantor polisi?" Tanya Aji.
"Iya. Kenapa. Kamu dipanggil lagi sama polisi, Ji?"
"Bukan, Pak Ustad. Tadi saya dan Budi ke rumah si Jabrik. Itu anak yang tinggal di belakang pabrik tahu. Dia tadi jual sepeda ke Budi tapi batal karena minta tambahan duit. Nah, saya curiga sama sepeda tersebut, Pak Ustad. Bukan maksudnya su'udzon nih pak Ustad. Jangan-jangan sepeda itu yang dicuri dari Komplek Maharaja. Soalnya sepedanya masih baru jadi nggak mungkin dibeli dari pasar loak," kata Aji.
"Oh..." kata pak Ustad sambil manggut-manggut. " Begini saja. Kita ke komplek Maharaja. Kita laporkan ke Pak satpamnya, biar mereka yang mencari informasi."
"Bapak saja, ya. Saya masih takut, Pak," pinta Aji.
"Sama saya aja, Pak Ustad,"kata Budi.

Aji akhirnya tidak ikut. Setelah sholat berjamaah dengan Budi, dirinya berkeliling.

Menjelang Maghrib Aji bergegas kembali ke gubuknya. Sesampai di depan perkampungan pemulung, dilihatnya ada mobil bak tertutup sedang menurunkan kardus. Aji tidak terlalu memperhatikan mobil tersebut dan orang-orang yang sedang menurunkan kardus. Dia ingin segera mandi dan ke Mushola untuk sholat.

Selesai mandi terdengar Adzan Magdrib sudah bergema. Segera Aji meneguk air putih dari botol plastiknya. Tak lupa dirinya berdoa berbuka puasa. Dia pun bergegas ke Mushola.

Sesampai di Mushola, sholat Maghrib sudah dimulai. Aji segera mengikuti sholat berjamaah tersebut.

Selesai sholat, semua duduk untuk mendengarkan ceramah dari Pak Ustad.
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Alhamdulillah, hari ini kita sudah menyelesaikan hari ke-22 puasa Ramadhan kita. Begitu banyak kenikmatan Ramadhan yang telah kita rasakan.
Hari ini kita kedatangan tamu yaitu Pak Imam yang duduk disebelah sana. Pak Imam datang untuk memberikan makanan berbuka dan shodaqoh bagi kita semua. Selain itu, Pak Imam ingin memberikan hadiah atas kesabaran seorang jamaah Mushola ini yang sangat sabar dalam menghadapi cobaan di bulan yang penuh berkah ini. Jadi, saya nggak akan banyak bicara saat ini. Lebih baik kita makan dulu jamuan dari pak Imam."

Kotak makanan segera dibagikan. Jumlahnya sangat banyak, sehingga kotak makan dibagikan juga kepada ibu-ibu dan anak-anak yang tidak hadir di Mushola.
'Kasih yang rata ke semua warga ya, termasuk yang tidak puasa. Kotaknya banyak sekali jadi cukup untuk semua warga," kata Pak Ustad kepada anak-anak yang membagi makanan berbuka tersebut.

Selesai makan, Pak Ustad mempersilakan Pak Imam untuk memberikan sambutannya.
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Hadirin yang saya kasihi, ijinkan saya untuk menyampaikan sepatah dua patah kata. Sebelumnya saya ingin menyampaikan maaf kepada Aji. Yang mana Aji?"
Pak Ustad pun segera memanggil Aji untuk mendekat ke Pak Imam.
"Aji, saya dan keluarga serta para satpam di komplek saya mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada kamu. Kami telah menuduh kamu mencuri sepeda anak saya sehingga kamu dibawa ke kantor polisi. Kamu mau khan memaafkan kami?"
Aji terbengong-bengong. Namun akhirnya dia mengangguk.
"Terima kasih Aji. Semoga Allah SWT memberikan pahala buat kamu dan memafkan dosa-dosa kami."
"Amiiin..," kata seluruh hadirin
"Selain itu, saya juga ingin memberikan sedikit bantuan untuk sekolah dan Mushola ini. Pak Ustad telah menyadarkan saya perlunya membersihkan harta. Alhamdulillah, Tuhan masih memberikan kesempatan kepada saya untuk membersihkan harta saya. Selama ini saya telah khilaf karena mengira harta yang saya peroleh dengan bekerja keras tiap hari adalah hak saya sepenuhnya. semoga sumbangan yang tidak seberapa ini dapat berguna bagi kita semua."
"Amiiin.."
"Hmm...saya rasa cukup. Maaf tidak bisa berlama-lama karena harus kembali ke kantor. Terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullah Wabaraktuh."
"Waalaikum salam warahmatullah wabarakatuh."
Pak Imam lalu pamit untuk pulang. Dia bersalaman dengan seluruh hadirin.
Saat akan pulang, dia berbicara dulu dengan Pak Ustad. Pak Ustad lalu memanggil Aji.
"Ji, sini dulu."
"Ya, Pak Ustad."
"Ji, Pak Imam senang kamu sudah memafkan keluarganya. Makanya beliau ingin memberi kamu hadiah. Tadi Pak Imam tanya asal kamu. Begitu tahu kamu dari Bantul pak Imam menjanjikan memberi tiket bus pulang pergi. Kamu mau khan? Kamu khan pasti sudah kangen dengan ibumu."
Aji tidak mampu berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk.
"Ji, besok kamu ke rumah Bapak, ya," pinta Pak Imam.
Kembali Aji hanya mengangguk.

"Baik Pak Ustad, Ji, saya pulang dulu. jangan lupa besok ya, Ji. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."

Pak Imam membuka pintu belakang mobilnya. Tampak seorang gadis yang duduk di dalamnya. Gadis tersebut tersenyum kepada Aji.
"Arni, itu Aji. Dia besok akan ke rumah kita. Bukan begitu Aji?"

Aji tidak mampu berkata apa-apa. Pandangannya berbinar-binar. Pikirannya dipenuhi oleh tiga orang wanita. Ibunya dan neneknya di kampung, serta...bidadari yang tersenyum dari balik pintu mobil tadi.

Pak Ustad mengelus dada melihat Aji diam tertegun sambil senyum-senyum sendiri.

"Istighfar, Ji." kata Pak Ustad sambil berlalu setelah mobil Pak Imam pergi.

Aji pun beranjak sambil tersipu.

Rabu, 12 November 2008

Nabi Adam AS


Adam adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Setelah itu, Allah SWT menciptakan Hawa untuk menjadi teman dan istri Adam. Mereka tinggal di surga. Di surga semuanya sangat indah dan menyenangkan. Semua tanaman tumbuh dengan subur. Hewan-hewan juga sehat dan gemuk-gemuk. Sungainya jernih mengalir dengan tenangnya. Udara sangat sejuk.


Adam dan Hawa sangat senang tinggal di surga. Mereka dapat makan apa saja. Semua sudah tersedia dan dapat langsung dimakan. Hanya satu buah yang tidak boleh dimakan oleh Adam dan Hawa, yaitu buah khuldi.


Adam dan Hawa sangat mematuhi perintah Allah SWT sehingga mereka tidak berani mendekati pohon khuldi tersebut. Namun, rupanya iblis yang jahat dan pendendam berusaha membujuk mereka. Segala kebohongan dan tipuan dikatakan oleh iblis untuk mempengaruhi Adam dan Hawa.


Suatu hari, Adam dan Hawa terlena. Mereka terperdaya rayuan iblis. Pelan-pelan iblis membujuk Adam dan Hawa untuk mendekati pohon khuldi. Setelah dekat, iblis merayu mereka agar memetik buah khuldi dan mencicipinya sedikit saja. Adam dan Hawa akhirnya terperdaya oleh iblis sehingga mencicipi buah terlarang tersebut.


Mengetahui bahwa Adam dan Hawa melanggar perintah, Allah SWT menghukum mereka. Adam dan Hawa harus turun ke bumi. Mereka tidak boleh kembali ke surga sampai dosa-dosa mereka diampuni.


Adam dan Hawa sangat malu. Mereka akhirnya turun ke bumi. Selama hidupnya di bumi mereka dengan sungguh-sungguh menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya agar diampuni dosa-dosanya.


Adam dan Hawa mendapatkan mempunyai beberapa anak. Anak-anak mereka terus berkembang menjadi beberapa suku bangsa yang ada pada saat ini.


Seluruh umat manusia saat ini adalah keturunan Adam dan hawa. Seluruh umat manusia harus meneladani Adam dan Hawa untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya agar mereka bisa kembali ke surga.

Senyum Kemenangan




Bimbi beruang sebenarnya sudah bangun pagi itu. Tapi, matanya terasa masih berat. Selain itu, dia malas bangun untuk sahur.


"Bimbi, ayo bangun, Nak," panggil ibunya.
Bimbi diam saja. Dia pura-pura masih tidur.
"Bimbi, cepat bangun. Nanti keburu imsak."
Bimbi masih diam saja.
"Ya sudah kalau nggak mau bangun. Ibu masak sop dan ayam goreng. Nih, Pak. habiskan aja ayam gorengnya karena Bimbi nggak sahur pagi ini."
Mendengan ayam goreng disebut-sebut, Bimbi pun segera bangun. Sambil mengusap-usap matanya, dia duduk di meja makan.
Bapak dan ibu tersenyum melihat tingkahnya.


Hari ini puasa hari terakhir. Betapa bangganya Bimbi karena ini adalah Ramadhan pertama baginya berpuasa sebulan penuh. Tidak ada lagi ejekan dari teman-temannya. Yang ada adalah kebahagiaan bagi dirinya dan kedua orang tuanya. Apalagi, bapak dan ibunya menjanjikan hadiah untuknya apabila mampu berpuasa sebulan penuh.


Sore hari sebelum berbuka puasa, Bimbi berputar-putar keliling komplek perumahannya naik sepeda motor bersama bapaknya. Suasana sudah sepi karena sudah banyak tetangga yang mudik. Teman-teman bermainnya pun sudah tidak ada yang bermain di jalanan sore itu.


Bapak dan Bimbi pun meneruskan jalan-jalan sore itu keluar komplek. Ketika berada di jalan raya, Bimbi melihat temannya si Tikus. Dilihatnya Si Tikus berjalan dari satu tempat sampah ke tempat sampah lainnya. Karung yang dipegangnya masih kosong.


"Assalamuaalaikum, Tikus," salam Bimbi.
"waalaikum salam, Bimbi, Pak," jawab si Tikus.
"Kamu masih kerja?" Tanya Bimbi.
"Iya, Bimbi. Kalau nggak kerja, aku nggak bisa sekolah dong," jawab Tikus sambil tersenyum.
"Kok karung kamu masih kosong. Kamu baru keluar rumah, ya?"
"Aku sudah keluar dari pagi, tapi hari ini aku cuma dapat sedikit karena tempat sampah pada kosong. Mungkin sudah pada mudik."
"Ohhh...kamu nanti makan apa kalau nggak dapat duit?"
"Ah, aku biasa nggak makan. Lagipula, nanti malam khan ada pembagian zakat, pasti aku dapat beras dan duit dari masjid."


Bimbi terdiam. Sulit baginya memahami keadaan si Tikus. Dia hanya bersedih mengapa temannya miskin. Tapi, dia juga heran dan kagum, karena temannya tersebut selalu tersenyum dan sangat pintar di sekolah.

Adzan Maghrib bergema. Seluruh dunia berbahagia. Idul fitri telah tiba.


Bapak dan ibu segera berbuka. Mereka sangat bahagia karena Bimbi berhasil berpuasa sebulan penuh.
"Bimbi, ayo berbuka, anak hebat," ajak bapak.
Tapi Bimbi diam saja.
Bapak dan ibu terheran-heran. Biasanya Bimbi sangat heboh kalau berbuka.
"Ada apa, Bimbi? Kamu sakit?"
Bimbi menggeleng.
Ibu mendekat sambil membawa segelas kolak. Disuapinnya anak kesayangannya tersebut.
"Kenapa sayang?" tanya ibu sambil menyuapi.
"Bu, ibu ingat khan pernah janji kasih hadiah kalau Bimbi berpuasa sebulan penuh?"
"Oh, itu. Tentu Bimbi. Bimbi mau hadiah apa?"
"Bimbi mau uang, Bu."
"Oh, boleh aja. Ibu dan bapak sudah sepakat memberi hadiah kamu Rp. 300 ribu kalau kamu berpuasa penuh tahun ini? Kamu mau beli apa?"
"Bu. Aku nggak ingin beli apa-apa. Bu, boleh nggak kalau uangnya aku berikan kepada si Tikus. Tadi aku ketemu dia. Dia nggak punya uang karena nggak dapat botol plastik hari ini."

Bapak dan ibunya terkejut. Ibunya pun memeluk Bimbi erat-erat. Ada air mata menggenang di pelupuknya.
"Tentu boleh, Bimbi."

Selesai sholat Maghrib, Bimbi diantar ibu dan bapaknya ke rumah si Tikus.

"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam," jawab Bapak si Tikus. "Wah, ada tamu besar, nih. Silakan masuk. Maaf rumahnya kotor," ajak Bapak Tikus sambil menyalami tamu-tamunya.
"Tikus ada, Pak?" tanya Bimbi.
"Oh, ada...ada. tunggu sebentar, ya."
Bapak si Tikus pun keluar rumah. Tak lama kemudian datang lagi bersama dengan si Tikus.

"Eh, Bimbi. Udah lama ya. Maaf ya, aku baru mandi."
"Nggak apa-apa."
"Tumben malam-malam kesini, Bimbi. Biasanya kamu kesininya siang."
"Eh...ini. Aku mau kasih ini ke kamu," kata Bimbi sambil memberikan amplop.
"Apa ini?"
"Ini uang dari aku, bapak, dan ibuku. Aku pengin kamu bisa beli baju dan sepatu baru."
Tikus hanya terdiam waktu menerima amplop tersebut. Lalu, dia tersenyum.
"Terima kasih, Bimbi. Kamu memang temanku yang baik," kata Tikus sambil memeluk temannya tersebut.


Bimbi pun tersenyum juga. Dilihatnya bapak dan ibunya pun tersenyum. Bapak si tikus juga tersenyum. Bahkan, meja, kursi, dan almari pun tampak tersenyum padanya. Hari itu bulan, bintang dan semua yang dilihatnya tersenyum kepadanya.
DONGENG/CERITA GRATIS UNTUK ANAK INDONESIA
DIPERSILAKAN MENGAMBIL SEBAGIAN ATAU SELURUH IDE/ISI CERITA UNTUK KEPENTINGAN SOSIAL/NON KOMERSIAL